KRITIK
DESKRIPTIF
Kritik
Deskriptif (Descriptive Criticism) Dibanding kritik lain, kritik ini lebih terlihat lebih
nyata (actual). Kritik ini mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap
kota. Melihat sesuatu bangunan sebagaimana adanya tanpa me-judge atau
me-interprete. Yang masuk metode pada kritik ini adalah :
·
Depictive
(gambaran bangunan)
·
Grafis
(static).
·
Verbal
(dynamic).
·
Prosedur
(Process)
·
Biographical
(riwayat hidup)
·
Contextual
(Peristiwa)
STASIUN JAKARTA KOTA
Stasiun Jakarta Kota (JAKK) merupakan
salah satu stasiun yang berada di kota Jakarta, tepatnya berada di Kelurahan
Pinangsia, kawasan Kota Tua, Jakarta, Indonesia. Stasiun ini adalah satu dari
sedikit stasiun di Indonesia yang bertipe terminus (perjalanan awal/akhir),
yang tidak memiliki jalur lanjutan lagi.
Stasiun
Jakarta Kota dikenal pula dengan sebutan Stasiun Beos. Walaupun stasiun ini dinamakan "Stasiun Jakarta
Kota" dari semenjak berdiri, stasiun ini lebih dikenal dengan sebutan
"Stasiun Kota". Nama "Stasiun Kota" juga dapat merujuk
kepada Stasiun Surabaya Kota.
Nama Beos
mengacu pada nama stasiun Batavia BOS Bataviasche
Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api
Batavia Timur), yang berada pada lokasi yang sama sebelum dibongkar. Perusahaan
ini adalah sebuah perusahaan kereta api swasta yang menghubungkan Batavia
dengan Kedunggedeh. Versi lain, Beos berasal
dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan Sekitarnya,
yang berasal dari fungsi stasiun sebagai pusat transportasi kereta api
yang menghubungkan Kota Batavia dengan kota lain.
Sebenarnya,
masih ada nama lain untuk Stasiun Jakarta Kota ini yakni Batavia Zuid
yang berarti Stasiun Batavia Selatan. Nama ini muncul karena pada akhir abad ke-19,
Batavia sudah memiliki lebih dari dua stasiun kereta api. Satunya adalah Stasiun Batavia Noord (Batavia Utara) yang
terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang. Batavia
Noord pada awalnya merupakan milik perusahaan kereta api Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij, dan merupakan terminus untuk jalur Batavia-Buitenzorg.
Pada tahun 1913 jalur Batavia-Buitenzorg ini dijual kepada pemerintah Hindia
Belanda dan dikelola oleh Staatsspoorwegen.
Pada waktu itu kawasan Jatinegara dan Tanjung Priok
belum termasuk gemeente
Batavia.
Batavia
Zuid, awalnya dibangun sekitar tahun 1887, kemudian ditutup
pada tahun 1926
untuk direnovasi menjadi bangunan yang kini ada. Selama stasiun ini dibangun,
kereta api-kereta api menggunakan stasiun Batavia Noord. Sekitar 200 m dari
stasiun yang ditutup ini dibangunlah Stasiun Jakarta Kota yang sekarang.
Pembangunannya selesai pada 19 Agustus 1929 dan secara resmi
digunakan pada 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya
dilakukan secara besar-besaran dengan penanaman kepala kerbau
oleh Gubernur Jendral jhr.
A.C.D. de Graeff yang berkuasa pada Hindia
Belanda pada 1926-1931.
Di balik
kemegahan stasiun ini, tersebutlah nama seorang arsitek Belanda
kelahiran Tulungagung, 8 September
1882, yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels. Bersama
teman-temannya seperti Hein von Essen dan F. Stolts, lelaki yang
menamatkan pendidikan arsitekturnya di Delft itu mendirikan biro
arsitektur Algemeen Ingenieur Architectenbureau
(AIA). Karya biro ini bisa dilihat dari gedung Departemen Perhubungan Laut di
Medan Merdeka Timur, Rumah Sakit PELNI di Petamburan yang keduanya di Jakarta
dan Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta.
Stasiun Beos
merupakan karya besar Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische
Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu
dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco
yang kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana meski bercita rasa
tinggi. Sesuai dengan filosofi Yunani Kuno,
kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan.
Stasiun
Jakarta Kota akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993. Walau masih
berfungsi, di sana-sini terlihat sudut-sudut yang kurang terawat. Keberadaannya
pun mulai terusik dengan adanya kabar mau dibangun mal di atas bangunan
stasiun. Demikian pula kebersihannya yang kurang terawat, sampah beresrakan di
rel-rel kereta. Selain itu, banyak orang yang tinggal di samping kiri kanan rel
di dekat stasiun mengurangi nilai estetika stasiun kebanggaan ini. Kini Pihak
KAI melalui Unit Pelestarian Benda dan bangunan bersejarah telah mulai menata
stasiun bersejarah ini.
Stasiun ini,
pada zaman kolonial ada dua, yaitu Batavia NIS (Batavia Noord) dan Batavia BOS
(Batavia Zuid). Setelah kedua stasiun tersebut dibeli oleh pemerintah kolonial,
perusahaan kereta api negara Staatsspoor en Tramwegen, berencana untuk
membangun stasiun besar baru di atas lahan Stasiun Batavia BOS yang mulai ditutup
sejak tahun 1923.
Sebagai gantinya, maka stasiun Batavia Noord eks-NISM yang berjarak 200 meter
ke arah Utara sebagai stasiun utama untuk melayani penumpang. Tahun 1926, stasiun eks-BOS
mulai dibongkar. Pembangunan ini adalah proyek dari pembangunan gedung stasiun
milik negara, maka Burgerlijke
Openbare Werken, (Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda),
terlibat dalam pembangunannya.
Kini Stasiun
Jakarta Kota berdiri megah dengan arsitektur art deco
yang kental. Kemegahan stasiun ini
dapat dilihat dari bentuk atapnya serta tinggi bangunan ini. Stasiun yang
sampai saat ini masih aktif melayani perjalanan kereta api maupun kereta rel
listrik, baik antar kota maupun Jabodetabek. Seiring dengan pergantian tahun,
Stasiun Jakarta Kota yang dahulu terlihat padat dengan banyaknya pedagang, kini
mulai berbenah dan menjadi lebih tertata. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Stasiun Jakarta Kota masih akan tetap berdiri sesuai dengan fungsinya
hingga beberapa tahun kedepan.
SUMBER
SATRIOPUJI SURYONO
2A314082